Sabtu, 19 Desember 2009

Selektif Pada Permainan Anak

Promosi gencar yang dilakukan produsen berbagai produk mainan anak baik elektronik maupun manual dapat memposisikan anak menjadi konsumen aktif. Tidak hanya itu, mainan buatan pabrik tersebut membuat kreativitas anak berkurang atau terbatasi. Bahkan anak bisa lebih bersikap individualis kalau terlalu 'over' bermain dengan permainan elektronik, contoh nyatanya adalah playstation. Merupakan suatu hal yang wajar, bila setiap orang tua menyediakan fasilitas mainan pada anak-anaknya. Karena dunia anak merupakan dunia bermain. Ketika bermain, anak-anak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan bakat, keterampilan dan pengetahuan. Jenis permainan dan mainan yang sejak awal diberikan secara tepat pada balita berperan mengembangkan saraf-saraf motorik yang akan mempengaruhi tingkat intelegensia anak.

Lalu bagaimana wujud dunia bermain anak-anak saat ini? Setidaknya hasil kegiatan Lomba Menggambar Dolanan Bocah maupun Kumpul Bocah yang diselenggarakan USC-Satu Nama Yogyakarta di Padukuhan Duwet, Desa Sendangadi, Mlati (28 September 2003) lalu dapat menjadi gambaran. Di sana terlihat permainan elektronik dan televisi telah cukup jauh mempengaruhi dunia anak-anak."Dalam kegiatan ini terkumpul 137 gambar. Ternyata yang mereka gambar mayoritas permainan elektronik dan tokoh hero dalam film kartun," kata Koordinator Perpustakaan Keliling USC-Satu Nama Yogyakarta, I Gede Eddy Purwaka.Menurut I Gede Eddy Purwaka, berbagai jenis permainan anak-anak di zaman sekarang cenderung menjauhkan mereka dari interaksi sosial. "Tidak mengherankan jika anak-anak sekarang lebih bRata Penuhersikap individualis dan kurang kreatif," tambahnya.

Butuh Pengawasan
Menghindari anak menjadi konsumen produk mainan memang merupakan hal yang sulit dilakukan. Apalagi sifat anak yang cenderung meniru sesuatu dari lingkungannya. Banyaknya produk mainan instan dan elektronik untuk anak-anak diakui Marnio Pudjono memang sudah membelenggu kreativitas anak. Namun demikian mainan tersebut tidak selalu menghambat pengembangan kreativitas."Misalnya, tamiya. Sebelum memainkannya anak harus paham betul teknis cara memasang dan teknis memainkannya. Sehingga secara langsung mereka juga belajar. Begitu pula memodifikasi jenis permainan tamiya, anak juga dituntut kreatif, meskipun terbatas," jelas Marnio Pudjono.

Produk mainan yang tidak langsung jadi, misalnya robot rakitan, push block dan puzzel, menuntut anak untuk berusaha menemukan bentuknya. Ini cukup baik, daripada hanya membeli produk mainan jadi. Marnio Pudjono pun membenarkan kalau ada yang beranggapan permainan elektronik memang cenderung membuat anak semakin menjadi individual. Apalagi kalau sang anak terlalu asyik menghabiskan waktunya untuk memainkan mainan itu."Di sini peran orangtua sangat penting. Mereka berkewajiban untuk mengawasi anaknya. Jangan sampai terlalu berlebihan bermain dengan mainannya. Mereka juga harus mengarahkan anaknya untuk bersosialisasi. Agar proses keseimbangan berjalan baik. Banyak sekali cara yang bisa ditempuh. Misalnya, mengikutsertakan dalam klub renang, klub bermain atau kegiatan masjid," jelas Marnio Pudjono lebih lanjut.

Selain itu, orang tua harus jeli dan pandai memilih produk mainan. Karena jenisnya saat ini banyak sekali. Jenis produk mainan yang baik, sebaiknya dipilihkan yang bisa merangsang perkembangan intelektualitas anak. Tidak hanya sekedar bagus, mahal dan baru."Sejauh pengamatan saya, selama ini orang tua banyak yang lupa. Kalau gerakan motorik anak berpengaruh pada tingkat intelegensi anak. Anak yang gerakan saraf motoriknya optimal, perkembangan saraf otaknya juga akan optimal. Jangan lekas melarang balita yang sedang berlari-lari atau memanjat kursi. Selama masih aman, biarkan saja," kata Marnio Pudjono. Permainan keseimbangan sangat dianjurkan pada balita dan anak TK. Karena merangsang saraf-saraf keseimbangan. Pakar psikologi percaya, jika saraf motorik berkembang, saraf keseimbangan juga ikut berkembang.

Sel-sel otak terutama nukleus pestibularis juga berkembang. Tidak dipungkiri kalau fasilitas untuk hal tersebut memang mahal. "Inilah pentingnya menurut saya adanya klub bermain yang lengkap. Dapat diupayakan di TK atau play group. Sehingga orang tua tidak terlalu terbebani. Karena dibeli secara bersama-sama. Sekaligus dapat belajar bersosialisasi," terang Marnio Pudjono.Dolanan Anak Menengok pada permainan anak tempo dulu, seperti dolanan anak, Marnio Pudjono rupanya agak pesimistis bila ada usaha untuk memunculkannya lagi. Karena jenis permainan ini semakin luntur dimakan jaman, kurang dikenal maupun diminati anak-anak sekarang. Walaupun dia tidak memungkiri kalau sebenarnya permainan semacam itu memang bagus untuk memupuk sosialisasi antar anak. "Selain itu anak di era dulu, kalau ingin punya mainan harus membuat sendiri. Hal ini memang membangkitkan kreativitas dalam dirinya.
Dibandingkan anak sekarang yang hanya tinggal memilih dan membeli berbagai macam produk mainan," ujarnya.Namun naif rasanya kalau para orangtua harus membendung perubahan orientasi dunia bermain anak di masa sekarang. Jalan yang paling bijak menurut Marnio Pudjono, orangtua harus sering-sering mendampingi anak. Setidaknya seperti dikatakan I Gede Eddy Purwaka, tetap mendorong anak supaya mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya.

Sumber : e-Psikologi.Com
e-SmartSchool

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Duh, memilih mainan anak memang gampang-gampang susah ya. Apalagi sekarang ini permainan anak sudah dikuasai oleh elektronik. Untungnya, anak saya masih suka buku dan sepeda roda tiga. Belum ada niat memberikan mainan elektronik. Kayaknya biar dia tumbuh lebih besar lagi saja dulu, baru diperkenalkan dengan mainan elektronik.

Posting Komentar